TUGAS 1 ( ARTIKEL ETIKA BISNIS )



ETIKA BISNIS
MITOS BISNIS
            Sejaka dahulu bisnis selalu dipandang sebagai kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan moral. Bahkan banyal orang yang berpendapat bahwa untuk sukses dalam bisnis haruslah bermoral. Dalam mitologi yunani kuno, maka dewa perdagangan adalah juga dewa para pencuri. Pada masa itu berdagang adalah pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh orang terhormat.
            Sampai sekarangpun, sadar atau tidak, sebagian masyarakat barangkali masih negidap mitos bahwa istilah “Etika bisnis” itu sendiri mengandung kontradiksi. Pengertian bisnis dianggap bertentangan dengan “Etika”, karena etika berarti moralitas, sedangkan untuk berhasil dalam bisnis, maka para pelaku binis harus berani mengambil tindakan-tindakan yang terpuji. Bisnis berarti melakukan tindakan yang immoral. Mungkin dinegara Negara maju, pertentangan ini tidak dapat diterima. Sebaliknya, pengertian ini semakin dapat dipahami bila melihat fakta kegiatan bisnis dinegara-negara berkembang. Suka atau tidak, kita melihat fakta bahwa kegiatan bisnis dinegara-negara tersebut banyak dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak dapat diterima oleh norma moral yang universal. Jangan lagi berbicara tentang kegiatan bisnisnya itu sendiri dalam hubungan dengan konsumen bahkan untuk memperoleh ijin usaha saja akan sudah berhadapan dengan praktek-pratek yang tidak dapat diterima oleh norma moral.
            Sama seperti semua mitos, maka bisnis itu immoral, atau bisnis itu amoral, cukup, popular, paling tidak bagi para pelakunya, oleh berbagai alas an karena sederhananya, karena pragmatis diperlakunya oleh berbagai alasan keyakinan dari pelakunya, seperti telah dikemukankan sebelumnya, baik di Negara-negara maju ataupun yang sedang berkembang, mitos tersebut sering cukup mengandung kebenaran, paling tidak dari fakta yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari
            Argumentasi bahwa bisnis itu immoral atau amoral dapat ditunjukan oleh fakta-fakta yang mengandung kenyataannya. Akan tetapi dilain pihak, setiap kali terungkapnya fakta adanya pelaku bisnis yang melakukan tindakan tidak bermoral, atau bahkan amoral menghadapi kasus-kasus yang berkenaan dengan kepentingan masyarakat banyak, maka reaksi masyarakat jelas marah, mengutuk, memprotes dan menuntut dihilangkannya tindakan-tindakan seperti itu. fakta bahwa masyarakat pada umumnya tidak menyetujui, marah dan mengutuk praktek-pratek bisnis yang tidak dipandang tidak bermoral menunjukan bahwa pada umumnya masyarakat tidak mengandung bisnis immoral ataupun amoral. Masyarakat menuntut agar bisnis bermoral, bertanggung jawab social.
            Banyak lembaga swadaya masyarakat menuntut agar bisnis mempertimbangkan nilai-nilai lain yang tidak berhubungan hanya dengan nilai penjualan atau keuntungan dalam laporan keuangan perusahaan tuntutan dilakukan agar perusahaan mempertimbangan nilai-nilai sepeti tanggung jawab social perusahaan. Akan hak konsumen untuk memperoleh informasi lengkap tentang produk yangh dijual perusahaannya, misal tentang tanggal kadaluwarsa, tuntutan akan perlunya perusahaan memelihara lingkungan dan seterusnya. Fakta menunjukkan bahwa banyak perusahaan bereaksi postif atas tuntutan tersebut, atau mencoba bereaksi bahwa bisnis dan hal ini berarti bahwa pelaku bisnis juha mulai memilih konsep bahwa bisnis haruslah juga bermoral. Paling tidak pandangan bisnis itu immoral ataupun amoral tidak berani diekspresikan terbuka ataupun bahwa tidak berani dipraktekan terbuka
            Hal ini tidak berani tentunya bahwa etika bisnis tidak ada hubungannya sama sekali dengan hokum. Standard moral kita sering merupakan dasar dari pembentukan hokum. Hokum sering juga diamandemen atau diganti bila dipandang tidak sesuai dengan standart moral kita. Memang kadang-kadang terdapat konflik bila suatu hokum menuntut orang untuk melakukan sestuatu yang kita pandang tidak bermoral, maka apakah orang harus mematuhi hokum atau mematuhi muraninya? Pertanyaan yang sama akan sering timpul juga dalam bisnis.

ETIKA BISNIS PADA UMUMNYA
            Setiap mesyarakat mengenal nilai-nilai dan norma-norma etis (K.Bertens 1933 : 5). Demikian juga bisnis pada umumnya mempunyai nilai-nilai dan standart dasar etis yang sama. Dengan masyarakat lain, bisnis mengenal dan perlu memperhatikan etika dengan beberapa alasan (F. Magnis Suseno, 1991 : 57).
            Pertama bisnis memang sering diibaratkan bahkan dianggap sebagai suatu judi permainan, karena dalam binis orang dituntut untuk berani mengambil resiko, berani berspekulasi dan berani bertaruh. Yang dipertatukan dalam bisnis tidak hanya uang atau barang-barang material. Yang dipertaruhkan dalam bisnis prang mempertaruhkan dirinya, nama baiknya seluruh hidupnya, keluarganya, hidup serta umat manusia pada umumnya. Dimenai yang dipertaruhkan jauh lebih luas dan dalam  dan upaya bobot serta nilai yang lebih berat. Pertaruhan dalam bisnis  tidak sekedar menyangkut nilai material, melainkan menyangkut pula nilai manusiawi, nilai kehidupan.
            Kedua, tidak benar bahwa suatu permainan (judi) dunia bisnis mempunyai aturan main sendiri yang berbeda yang berlaku dalam kehidupan social pada umumnya. Bisnis manyangkut hubungan antar manusia. Sebagai kegiatan antar manusia, bisnis juga membutuhkan etika sebagai pemberi pedoman dan orientasi bagi keputusan, kegiatan, tindak tanduk manusia dalam berhubungan (bisnis) satu dengan yang lain. Lingkup kegiatan bisnis ditentukan oleh masyarakat termasuk para pelaku bisnis, oleh oleh norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku didalam masyarkat tersebut, khususnya norma dan nilai etis.
            Ketiga, benar bahwa dalam bisnis ada persaingan yang sangan ketat. Tetapi tidak benar bahwa orang yang mematuhi aturan norma moral akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan, yaitu akan merugi dan tersingkir dari persaingan itu, dari sudut pandang bisnis ssendiri, semakin disadari bahwa bisnis yang berhasil adalah bisnis yang memperhatikan norma-norma moral.
            Keempat, harus dibedakan antara legalitas dan moralitas suatu praktek atau kegiatan mungkin saja dibenarkan dan diterima secara legal (karena ada aturan hukumnya), tetapi belum tentu dari segi etis pun dibenarkan dan legalitas moralitas berkaitan satu dengan lainnya, tetapi tidak identik begitu saja.
            Kelima, etika harus dibedakan dari ilmu empiris. Dalam ilmu empiris, suatu gejala atau fakta yang berulang terus-menerus dan terjadi dimana-mana akan melahirkan suatu hokum ilmiah yang berlaku universal. Etika tidak mendasarkan norma atau prinsipnya pada kenyataan factual yang terus berulang.
            Keenam, adanya situasi khusus atau pengecualian yang “menyimpamg” dalam kegiatan bisnis, dan dari segi etika dibenarkan, tidak dengan sendirinya membenarkan bahwa bisnis tidak mengenal etika.
            Ketujuh, pemberitaan dan berbagai aksi protes yang terjadi dimana-mana (khusunya diduia barat) untuk mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis, atau mengecam berbagai kegiatan bisnis yang “tidak baik” menunjukkan bahwa masih banyak orang dan kelompok masyarakat yang menghendaki agar bisnis dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan norma-norma etika.
            Dalam kenyataan praktis, kita sering menemukan adanya praktek dalam situasi khusus yang jelas-jelas menyimpang dari prinsip dan norma etika, tetapi praktek dalam situasi khusus dibenrfkan karena alesan atau pertimbangan yang rasional. Tapi ini jangan diterima sebagai hal yang pantas diperlakukan secara universal. Maka pengecualian yang dibenarkan jangan dijadikan alasan untuk menilai bahwa bisnis tidak mengenak etika.
            Kekurangan dari kode organisasi sebagai standart moral terutama adalah bahwa sering tidak dijelaskan bagaimana suatu kode diformulasikan, prinsip-prinsip moral apa yang diinginkan ditekankan, atau bagaimana menyelesaikan beda interprestasi atau konflik yang tidak tegas diatur dalam kode tersebut. Selain itu, kode organisasi biasanya disusun oleh suatu tim dalam perusahaan, dan layak dipertanyakan sejauh mana pengetahuan, atau wewenang, ataupun moral dari para penyusun itu sendiri. Kelemahan yang sama sebebenarnya dapat dinyatakan terhadap norma hukum dan Ide profesi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROPOSAL BISNIS ( TUGAS KEWIRAUSAHAAN )

TUGAS 3 : ARTIKEL ETIKA BISNIS

Perkembangan usaha bisnis